
Presiden Prabowo Subianto kini tengah menyiapkan PP Jabatan Sipil Polri sebagai langkah konkret untuk mengakhiri polemik Perpol Nomor 10 Tahun 2025. Langkah ini menjadi perhatian publik karena berkaitan erat dengan tata kelola birokrasi dan penempatan personel kepolisian di instansi sipil. Pemerintah ingin memastikan bahwa penempatan tersebut memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak melanggar aturan yang lebih tinggi.
Polemik ini bermula ketika Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menerbitkan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025. Banyak pihak menilai aturan tersebut melampaui kewenangan karena mengatur penempatan anggota Polri pada jabatan sipil tanpa payung hukum Peraturan Pemerintah (PP). Oleh karena itu, Presiden Prabowo mengambil inisiatif untuk mempercepat sinkronisasi regulasi melalui PP Jabatan Sipil Polri.
Penyusunan PP Jabatan Sipil Polri bertujuan untuk memberikan kepastian hukum yang lebih jelas bagi personel Polri maupun instansi penerima. Selain itu, aturan ini berfungsi sebagai panduan teknis agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antarlembaga.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) telah mengatur mengenai jabatan manajerial dan non-manajerial. Presiden Prabowo ingin memastikan bahwa PP Jabatan Sipil Polri ini selaras dengan semangat UU ASN tersebut. Dengan demikian, pengisian jabatan sipil oleh anggota Polri tetap berada dalam koridor reformasi birokrasi.
Salah satu kekhawatiran masyarakat adalah kembalinya praktik dwifungsi yang dapat mengganggu profesionalisme instansi sipil. Namun, pemerintah menegaskan bahwa PP Jabatan Sipil Polri akan mengatur batasan-batasan yang ketat. Hanya jabatan tertentu yang membutuhkan keahlian khusus kepolisian yang dapat diisi oleh personel Polri.
Dalam proses penyusunannya, terdapat beberapa poin krusial yang akan dimasukkan ke dalam PP Jabatan Sipil Polri. Pemerintah melibatkan berbagai kementerian terkait, termasuk Kemenpan-RB dan Sekretariat Negara, untuk menggodok draf tersebut.
Berikut adalah beberapa fokus utama dalam draf regulasi tersebut:
Kriteria Jabatan: Menentukan secara spesifik jabatan sipil apa saja yang boleh diisi oleh anggota Polri.
Mekanisme Penempatan: Mengatur prosedur seleksi dan persetujuan dari pimpinan instansi terkait.
Status Kepegawaian: Menjelaskan status hak dan kewajiban personel selama bertugas di luar struktur Polri.
Evaluasi Berkala: Adanya sistem pengawasan untuk memastikan efektivitas penempatan personel.
Langkah Presiden Prabowo menyusun PP Jabatan Sipil Polri mendapat respons beragam dari pengamat kebijakan publik. Sebagian besar memberikan apresiasi karena presiden bertindak cepat dalam merespons keresahan masyarakat. Selain itu, penggunaan PP dianggap lebih tepat secara hierarki hukum dibandingkan hanya menggunakan Perpol.
Namun, beberapa aktivis hak asasi manusia tetap mengingatkan agar pemerintah tetap transparan. Mereka berharap PP Jabatan Sipil Polri tidak menjadi pintu masuk bagi militerisme atau polisisasi di ruang sipil yang seharusnya bersifat netral.
“Kepastian hukum adalah kunci utama. Dengan adanya PP, perdebatan mengenai legalitas penempatan Polri di instansi sipil seharusnya bisa tuntas secara konstitusional.”
Penyusunan PP Jabatan Sipil Polri merupakan solusi cerdas dari Presiden Prabowo Subianto untuk menengahi polemik yang ada. Aturan ini diharapkan mampu menciptakan sinergi yang sehat antara Polri dan instansi sipil tanpa mencederai prinsip demokrasi. Masyarakat kini menanti draf final dari peraturan ini agar transparansi tetap terjaga.
Dengan adanya regulasi yang lebih tinggi, birokrasi Indonesia diharapkan menjadi lebih efektif dan efisien. Penempatan personel yang tepat pada posisi yang tepat akan mempercepat pencapaian target pembangunan nasional di masa kepemimpinan Prabowo-Gibran.